Sabtu, 14 Juli 2012

BUNYI KLAKSON SYIMBOL KEJENGKELAN

Kita masih perlu terus belajar merangkai
kedewasaan, mensikapi berbagai pernik
kehidupan seperti dalam kasus kemacetan ini.
Misalnya, di kasus lain yang terkait, kita pasti
pernah mengalami berada di dalam
perempatan jalan baik mengendarai motor,
mobil maupun angkutan umum di saat lampu
merah menyala. Biasanya klakson kendaraan
terdiam. Tapi dengarlah ketika lampu hijau
mulai menyala. Tanpa dikomando, biasanya
klakson langsung terdengar bersahut-sahutan.
Padahal, semua orang menyadari di saat lampu
merah menyala tentu semua kendaraan
berhenti dan mereka tak mungkin langsung
tancap gas, biasanya menunggu kendaraan di
depannya dulu berjalan. Tapi, tetap saja klakson
memekakkan telinga, membuat gaduh,
membuat bising. Kalau sedikit saja kita punya
kesabaran, bisa mengelola kesabaran,
sebenarnya kebisingan klakson bisa
terhindarkan. Tahan sedikit apa susahnya.
Saya yakin semua orang tak nyaman
mendengar suara klakson yang dipergunakan
secara berlebihan. Saya pun juga begitu. Kalau
boleh jujur, saya benci kegaduhan, saya benci
kebisingan. Sebaliknya, saya perindu kesunyian,
pecinta ketenangan, pendamba kedamaian.
Suara klakson berlebihan, bukanlah harapan.
Nasibnya sekarang, klakson tidak lagi sebatas
digunakan sebagai tanda peringatan. Tapi, telah
berubah fungsi menjadi simbol kejengkelan,
simbol kemarahan.
Kita mungkin sering tak sadar dengan hal ini,
tapi bisa jadi kita sering sekali melakukannya.
Memperalat klakson untuk meluahkan
kemarahan kita. Pada akhirnya, kita pun harus
berinstropeksi diri. Sejatinya kita ini masih
makhluk kerdil, masih perlu belajar banyak soal
kebajikan, salah satunya menggunakan klakson
sebagaimana fungsinya, tak perlu berlebihan.
Terlihat sepele, namun penting. (Yons Achmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar